Ada argumen dan argumen tandingan di Senat pada hari Selasa ketika rancangan undang-undang untuk membentuk Komisi Pembangunan Timur Laut diperdebatkan di tengah konflik kepentingan mengenai di mana kantor pusat harus berlokasi.
Meskipun RUU tersebut mendapat banyak dukungan, proses yang dipantau oleh DAILY POST menunjukkan bahwa para senator dari wilayah Timur Laut sebagian besar mengetahui di mana usulan Komisi tersebut harus dikutip.
Perdebatan di KPK dilanjutkan dengan pemaparan laporan oleh Senator Abdulaziz Muqtada Nyako (APC), Adamawa Central, setelah laporan tersebut disimpulkan di tingkat komite.
“Bapak Presiden, Rekan-rekan yang saya hormati, saya ingin menyampaikan laporan Komisi Tugas Khusus Pembangunan Timur Laut, agar Senat memang mempertimbangkan laporan Komisi tersebut,” ujarnya.
Tanggapan pertama dari Senator James Manager adalah mengenai cara pendanaan yang tidak jelas, dengan menyatakan bahwa Komisi akan menjadi struktur administratif yang lengkap dan memerlukan pendanaan yang memadai.
Ia mencari pendanaan yang memadai agar niat Komisi tidak digagalkan.
Namun, Aliyu Wakili dalam masukannya menegaskan bahwa tidak ada rekomendasi atas laporan tersebut sebagai lokasi kantor pusat komisi, dan menyarankan agar dikutip di negara bagian Bauchi atau Gombe.
Dalam bantahannya, Senator Abubakar Garbai (APC), Borno Central menjelaskan bahwa Negara Bagian Borno adalah episentrum krisis Boko Haram, oleh karena itu sudah sepantasnya markas besar Komisi yang diusulkan berlokasi di Maiduguri.
“Tuan Presiden Senat, Rekan-rekan yang terhormat, saya ingin menjelaskan bahwa Negara Bagian Borno adalah negara bagian yang paling terpukul dalam gelombang krisis Boko Haram, dan jika markas besar Boko Haram disebutkan berada di kota Maiduguri, maka akan lebih baik bagi pemerintah dan rakyat,” katanya. Garbai menjelaskan.
Di sisi lain, pemimpin Senat, Ali Ndume, menilai perdebatan di lantai Senat mengenai lokasi markas tidak perlu dilakukan. Ia menyarankan agar Forum Senator dari Timur Laut seharusnya mencapai kesepakatan di tingkat mereka sebelum isu tersebut muncul untuk mengurangi kontroversi mengenai isu tersebut.
Dalam keputusannya, Presiden Senat, Bukola Saraki, memuji para Senator atas komitmen mereka untuk membangun kembali krisis yang melanda Timur Laut, khususnya di zona geopolitik lainnya.
Ia berkeras agar setiap Senator dari enam zona ditunjuk untuk melihat di mana kantor pusat Komisi akan berlokasi, serta mengkaji ulang cara pendanaan Komisi.